.

Wisata sejarah budaya istana pagaruyung

Wisata sejarah istana pagaruyung - Istano Basa Pagaruyung
Pagaruyung adalah nagari yang terletak di dekat Batusangkar, ibu kota kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Dari sumber tambo, nagari ini dulunya adalah merupakan ibu kota dari kerajaan Pagaruyung.

Sejak tahun 2001 Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar telah memulai untuk melakukan pemindahan secara bertahap pusat pemerintahan dari Batusangkar ke Pagaruyung. Dimana program ini dimulai dengan mendirikan kantor Bupati di kawasan nagari ini.

Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat.

Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika dari yang asli. Istano Basa asli terletak di atas bukit Batu Patah dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Istana tersebut kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966.

Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum.

Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran hebat akibat petir yang menyambar di puncak istana. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini hangus terbakar. Ikut terbakar juga sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan.. Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga yang selamat. Barang-barang yang lolos dari kebakaran tersebut sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Harta pusaka Kerajaan Pagaruyung sendiri disimpan di Istano Silinduang Bulan, 2 kilometer dari Istano Basa.

Sementara itu, biaya pendirian kembali istana ini diperkirakan lebih dari Rp 20 miliar     
 Istano Basa Pagaruyung yang dibangun kembali tahun 1976 merupakan duplikat bangunan Istano Rajo Alam Minangkabau yang dibakar Belanda tahun  1804. Bangunan ini terdiri dari 11 gonjong, 72 tonggak dan 3 lantai.  Objek wisata ini dilengkapi dengan surau, tabuah  Rangkiang Patah Sambilan,  serta fisik bangunan Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan beragam ukiran yang tiap-tiap bentuk dan warna ukiran  mempunyai falsafah, sejarah dan budaya Minangkabau.
Terletak di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas  yang merupakan pusat Perintahan Kabupaten Tanah Datar,  + 5 km dari kota Batusangkar dan mudah dijangkau oleh sarana transportasi roda 2 dan roda 4

Pesona plus dari Istana Pagaruyung:
1.      Terletak di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas, sekitar 106 km dari Ibukota Provinsi Sumatera Barat,   5 km dari Kota Batusangkar dan mudah dijangkau dengan sarana transportasi roda 2 dan roda 4.

2.      Objek wisata ini merupakan objek wisata primadona Kabupaten Tanah Datar. Istano Basa Pagaruyung dibangun tahun 1976 dan merupakan duplikat bangunan Rajo Alam yang dibakar Belanda pada tahun 1804. Bangunan ini terdiri dari 11 gonjong, 72 tonggak dan 3 lantai, objek wisata ini dilengkapi dengan surau, tabuah, rangkiang patah 9. Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan beragam ukiran yang tiap-tiap bentuk dan warna ukiran mempunyai falsafah sejarah dan budaya Minangkabau

3.      Istano Basa Pagaruyung yang terbakar akibat sambaran petir pada Hari Selasa,  27 Februari 2007   pukul 19.10 WIB lalu, dibangun kembali tetapi bangunannya belum rampung.
Istano Basa Pagaruyung Terletak di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar yang berjarak 5 kilometer dari Kota Batusangkar.
Objek wisata ini mudah dijangkau oleh sarana transportasi baik roda 2 maupun roda 4 serta kendaraan tradisional Bendi yang ada di kota Batusangkar. Berikut adalah beberapa jalur menuju Istano Basa Pagaruyung serta jaraknya:
1.      Kota Padang via Kubu Kerambil = 105 km
2.      Dari Bukittinggi via Pintu Gerbang Simpang Baso = 35 km
3.      Melalui Pintu Gerbang Simpang Piladang berbatasan dengan wilayah Kabupaten 50 kota berjarak 45 km
Istano Basa Pagaruyung adalah nama tempat tinggal keluarga kerajaan Minangkabau yang sekaligus menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masanya. Konstruksi bangunannya berbeda dengan rumah tempat tinggal rakyat biasa.
Dimasa kerajaan Minangkabau Istana Basa Pagaruyung memainkan peran ganda; sebagai rumah tempat tinggal keluarga kerajaan dan sebagai Pusat Pemerintahan Kerajaan Minangkabau yang dipimpin oleh seorang raja yang dikenal dengan “RAJO ALAM” atau “RAJA DIRAJA KERAJAAN MINANGKABAU”
Kepemimpinan Rajo Alam dikenal dengan “Tali Tigo Sapilin” dan Pemerintahannya dikenal dengan “ Tungku Tigo Sajarangan”.
“ Istano Basa” berarti istana yang besar atau agung. Istana Raja Alam ini terus menggali beberapa modifikasi dimana istana yang pertama berada di Puncak Bukit Batu Patah (Bukit yang berada dibelakang bangunan istana yang sekarang) kemudian pindah ke Ranah Tanjung Bungo Pagaruyung dan terakhir di Gudam.
Istano Basa Pagaruyung yang ada sekarang merupakan duplikat dari Istano yang dibakar oleh Belanda pada tahun 1804. Istano basa Pagaruyung dibangun kembali pada tahun 1976 atas pemikiran pemerintah dalam rangka melestarikan nilai – nilai adat, seni dan budaya serta sejarah Minangkabau.
 
Istano Basa yang merupakan Objek Wisata Primadona di Kabupaten Tanah Datar khususnya, Sumatera Barat pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) lantai, 72 tonggak serta 11 gonjong. Arsitektur bangunan ini memperlihatkan ciri khas tersendiri dibandingkan dengan Rumah Gadang lainnya yang terdapat di Minangkabau dimana bentuk fisiknya dilengkapi ukiran falsafah dan budaya Minangkabau. Selain itu, Istano Basa juga dilengkapi dengan Surau, tabuah larangan. Rangkiang Patah Sambilan, Tanjung Mamutuih dan Pincuran Tujuh.

Pada prinsipnya, Istano Basa Pagaruyung mempunyai 2 (dua) unsur yaitu:
1.      Unsur Utama
2.      Unsur Penunjang
1.      Unsur Utama Istano Basa Pagaruyung
1.      Batu Tapakan

Batu Tapakan terletak dibawah jenjang dan berfungsi sebagai tempat mencuci kaki sebelum naik keatas rumah (Istana). Disini juga disediakan sebuah “Guci” yaitu tempat air dan dilengkapi dengan gayung air (cibuak)

1.      Singasana (Pelaminan Bundo Kanduang)
Terletak di lantai satu sejajar dengan pintu masuk. Disini terpajang photo Raja Pagaruyung terakhir yaitu Sultan Alam Bagagarsyah. Singasana ini dilingkari dengan tirai yang terjuntai disisi kanan, kiri dan depan. Disinilan Bundo Kanduang duduk sambil melihat – lihat siapa yang datang atau yang belum datang apabila ada rapat dan mengatur
segala sesuatu diatas rumah.
1.      Bilik (Kamar)
Bilik – bilik ini dihuni oleh putri – putri raja yang sudah menikah (berkeluarga). Bilik pertama atau yang paling kanan dihuni oleh putri raja yang sudah menikah dan seterusnya dihuni oleh adik – adik yang sudah menikah pula.
Istana Basa Pagaruyung mempunyai 9 ruang; satu ruangan digunakan sebagai tempat jalan kedapur yang disebut dengan ” Selasar”. Bilik pertama kita mulai dari kanan waktu anda masuk ke rumah (Istano). Sebelah kanan tersebut juga merupakan ” Pangkal Rumah” dan bilik terakhir yang berda disebelah kiri disebut juga ”Ujung Rumah”
1.      Anjunag Rajo Babandiang
Anjuang Rajo Babandiang berada dibagian kanan atau pangkal rumah (Istano) dan mempunyai 3 langgam (tingkat) yang berfungsi sebagai tempat sidang pada langgam pertama, tempat beristirahat pada langgam kedua dan tempat tidur raja pada langgam ketiga.
1.      Anjuang Perak
Anjuang Perak berada disebelah kiri atau ujung istana yang berfungsi sebagai tempat Bundo kanduang (Ibu Suri) mengadakan rapat yang bersifat kewanitaan pada langgam pertama, sebagai tempat beristirahat pada langgam kedua dan tempat tidur Ibu Suri pada langgam ketiga.
1.      Bandua Tangah
Bandua ini berada di depan bilik (kamar) Bandua yaitu bagian yang ditinggikan dari lantai yang berfungsi sebagai tempat keluarga/ kerabat dari pihak putri raja yang mendiami masing – masing bilik (kamar).
1.      Bandua Tapi
Berada di depan dari Bandua Tangah yang berfungsi sebagai tempat Cerdik Pandai dan Alim Ulama dalam rapat – rapat. Posisi duduk Ninik Mamak, Cerdik Pandai dan Alim Ulama membelakangi bilik (kamar).
1.      Tango
Tango” sebutan lainnya dalah umbul –umbul yang bermacam warna yang terpajang pada sebuah peti bunian. Tango berfungsi sebagai tanda mata pelengkap atau cendera mata Raja kepada tamunya. Kalau dari unsur Ninik Mamak, Raja akan memberikan Tango yang berwarna hitam, dari unsur Alim Ulama akan mendapatkan warna Putih, dari unsur laskar akan mendapat warna kuning emas, dari raja kecil akan mendapat warna kuning muda, sedangkan dari unsur pejabat/ Sekretaris/ Pegawai akan mendapat warna ungu.
Sedangkan Peti Bunian tersebut digunakan sebagai tempat senjata atau atribut para tamu.
1.      Anjuang Paranginan
Anjuang ini berada di lantai dua yang berfungsi sebagai tempat Putri Raja yang belum menikah (gadis pingitan) dan perlengkapannya.
1.      Mahligai
Mahligai berada di lantai tiga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat – alat kebesaran Raja seperti Mahkota Kerajaan yang dahulunya disimpan dalam sebuah peti khusus yang dinamakan Aluang Bunian. Apabila ada acara tertentu alat – alat kebesaran tersebut dikeluarkan dari tempatnya (Aluang Bunian)
1.      Tanjuang mamutuih
Di lokasi ini terdapat sebuah pohon beringin yang dilingkari oleh batuan yang tersusun rapi. Lokasi ini berfungsi sebagaitempat bermain – main anak raja seperti main layang – layang.
1.      Pincuran Tujuh
Letaknya di belakang dapur yang merupakan tempat pemandian keluarga raja. Tapian tampek mandi atau pemandian ini mempunyai tujuh buah pincuran yang tebuat dari batang sampir dan dilengkapi dengan jamban tradisional

Unsur Penunjang Istano Basa Pagaruyung
1.    Dapur
Dapur mempunyai dua ruangan. Ruangan sebelah kanan berfungsi sebagai tempat memasak dengan perkakas atau alat – alat dapur yang serba tradisional. Ruangan sebelah kiri berfungsi sebagai tempat para dayang yangberjumlah dua belas orang.
1.      Surau
Surau terletak dibelakang Istano yang berfungsi sebagai tempat shalat, belajar mengaji (membaca Alqura’n) dan tempat tidur putra raja yang telah akil baliqh atau telah berumur 7 tahun keatas. Disamping mengaji, disinilah mereka dididik tentang Undang – Undang Adat, hukum syarak, sejarah, seni budaya dan bela diri.
1.      Rangkiang Patah Sembilan
Berda di pekarangan Istano yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Selain itu fungsi rangkiang di Sitanao adalah sebagai simbol kemakmuran dan kekuatan Alam Minangkabau
1.      Tabuah Larangan
Ada dua buah Tabuah Larangan di Istano. Tabuah pertama bernama Gaga Di Bumi yang dibunyikan apabila terdapat peristiwa yang besar seperti bencana alam, kebakaran, tanah longsor dsb. Tabuah kedua bernama Mambang Diawan yang dibunyikan untuk memanggil Basa Nan Ampek Balai ( Dewan Empat Menteri) yaitu Tuan Titah di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Ganting, Tuan Indomo di Saruaso, Tuan Mankudun di Sumanik, Tuan gadang di Batipuh serta Tigo Selo (Raja Alam, Raja Adat, Raja Ibadat) untuk mengadakan rapat.
1.      Taman Istano Basa
Taman Istano Basa mewakili dan melambangkan semua potensi dan fasilitas daerah dimana Minangkabau berada agar tampil blebih terkenal, lebih dihormati, lebih dikagumi, lebih cemerlang, lebih produktif, lebih potensial, lebih berarti dan lebih berdaya guna dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara karena potensi dan fasilitas memperindah Minangkabau dalam arti yang luas.


sumber : wikipedia dan wisatatanahdatar.blogspot.com

sejarah kota batusangkar bagian 3 ( selesai )



Lanjuut ke bagian 3 sejarah kota batusangkar masih bersama admin blog kota-batusangkar.blogspot.com btw, sejarah kota batusangkar bagian 2 sudah dibaca apa belum? kalau udah, langsung aja ke TKP...!!!
sejarah kota batusangkar bagian 3
sejarah kota batusangkar bag.3

Pada tahun 1913 terjadi lagi reorganisasi pemerintahan Kolonial. Pada tahun inilah nama Batusangkar baru muncul. Afdeeling Tanah Datar yang kembali dipimpin oleh seorang adsistent resident dengan ibu kota Sawahlunto dibagi ke dalam empat Onderafdeeling. Salah satu Onderafdeeling tersebut yaitu Fort van der Capellen yang terdiri dari Districten Batusangkar dan Pariangan, di bawah pimpinan seorang Controleur dari Bestuur Binnenlandsch, dengan ibu kota Fort van der Capellen. Pada tahun 1913 inilah Batusangkar muncul sebagai distrik yang sebelumnya hanya sebagai daerah kecil/dusun kecil yang berada di dekat benteng van der Capellen. 

Reorganisasi pemerintahan Kolonial masih tetap berlanjut. Pada tahun 1935 susunan Afdeeling Tanah Datar kembali berganti. Afdeeling Tanah Datar berganti ibu kota yaitu di Padang Panjang. Hal ini terjadi karena adanya perlawanan rakyat baik melalui partai politik yang menjamur awal abad 20 maupun perlawanan bersenjata. Selain itu Afdeeling Tanah Datar terdiri dari tiga Onderafdeeling, salah satunya Fort van der Capellen yang juga terdiri dari Distrik Batusangkar-Pariangan. Distrik ini juga dibagi menjadi Onderdistricten Pagaruyung, Salimpaung, Buo, Sungai Tarab-Limo Kaum dan Pariangan. Pejabat tertinggi di Onderafdeeling ini dipegang oleh seorang Controleur yang berkedudukan di Fort van der Capellen.

Pembangunan Fort van der Capellen juga tidak terlepas dari kekuasaan Paderi yang cukup besar di Tanah Datar. Jauh sebelum benteng ini ada, perang Paderi sudah lama berlangsung di Minangkabau. Tepatnya pada tahun 1803, ketika tiga orang haji pulang dari Mekkah yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang memperoleh gagasan yang tepat untuk melakukan tindakan pembersihan. Pembersihan ini sama halnya dengan kisah kaum Wahabi dalam menaklukkan Mekah dari kekuasaan dinasti Khalifah Usmaniyah dari Turki. Tindakan keras kaum Wahabi di Mekah ini yang akan diterapkan oleh tiga orang haji tersebut di Minangkabau

Tanah Datar yang menjadi pusat Kerajaan Pagaruyung, pengembangan ajaran Paderi banyak mendapat perlawanan yang keras, sehingga terjadilah perang antara kaum Paderi dan kaum adat di Tanah Datar. Ketika pihak Kerajaan Pagaruyung merasa tersudut oleh Paderi maka Sutan Alam Bagagarsyah mencari bantuan Inggris yang berkedudukan di Padang. Pada saat yang sama, Padang diserahkan Inggris ke Belanda berdasarkan Konvensi London tahun 1814, namun Sumatera Barat ( sumbar ) baru dikuasai Belanda tahun 1819. Setelah Belanda menerima Padang dari Inggris, para penghulu dan kerabat Kerajaan Pagaruyung yang beramai-ramai meminta bantuan Belanda untuk mengalahkan Paderi dari nagarinya masing-masing 

Pemerintah Kolonial mengambil kesempatan yang “besar” dari para penghulu dan Raja Pagaruyung yang dijabat oleh Daulat Yang Dipertuan Sutan Alam Bagagarsyah. Pemerintah Kolonial membantu para kaum adat ini tentu dengan syarat yang lebih pula. Kemudian Pemerintah Kolonial membuat perjanjian pada tanggal 10 Februari tahun 1821 yang pada dasarnya berisi tentang penyerahan Alam Minangkabau pada pemerintah Kolonial. Setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, pemerintah Kolonial mulai bergerak dan melakukan perang dengan kaum Paderi tahun 1821 hingga tahun 1838 Perang inipun banyak memakan korban jiwa baik di pihak Kolonial Belanda maupun pihak Paderi sendiri.

Batusangkar yang dijadikan Ibu kota Kabupaten Tanah Datar memiliki perjalanan tersendiri. Perkembangan dari kota ini walaupun tidak cukup signifikan namun cukup memberikan perubahan dari segi tata kotanya. Misalnya dari segi pembangunan benteng, rumah asisten residen, sekolah, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan Belanda yang akan penulis teliti di kota Batusangkar. Selain itu sejarah kota juga tidak terlepas dari situasi administrasi pemerintahannya atau politik pemerintahan serta sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.

silahkan diulangi membaca sejarah kota batusangkar kalau lupa alur ceritanya, hehehe.. 
ini link nya  :
sejarah kota batusangkar bagian 1
sejarah kota batusangkar bagian 2  


sumber: Najmi